Opini Kemas Akhiriyan

AT-THARIQOTU AHAMMU MINAL MADDAH

Kemas Akhiriyan*

At-Thariqotu Ahammu Minal Maddah (Ilustrasi: @Kemenag_RI/Twitter)

 

 

Pendahuluan

At-Thariqotu Ahammu Minal Maddah merupakan istilah yang tidak asing lagi pada dunia pendidikan khususnya di dalam diskursus metodologi pembelajaran pendidikan agama Islam. Istilah tersebut bila diartikan dalam bahasa Indonesia yaitu “metode lebih penting dari materi”. Lantas pertanyaannya apakah benar metode lebih penting dari materi? Atau manakah yang lebih penting dari keduanya? Berikut penulis mencoba membahasnya.

Saat ini seluruh dunia tidak terkecuali negara kita Indonesia dalam kondisi pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19).  Sejak bulan Maret 2019 hingga saat ini pandemi Covid 19 membawa dampak ke seluruh sektor, salah satunya sektor pendidikan mulai dari dari proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang biasanya dilakukan pada lingkungan sekolah dengan tatap muka, berubah menjadi belajar secara daring (dalam jaringan). Pembelajaran secara daring adalah pembelajaran yang tidak terlepas dari jaringan internet. Siswa diminta memiliki perangkat keras berupa handphone (HP) atau laptop/komputer yang terkoneksi dengan internet. Hal tersebut membuat para guru sedikit mengalami permasalahan terhadap proses pembelajaran baik di tingkat pendidikan dasar hingga menengah atas. Banyak permasalahan teknis proses pembelajaran jarak jauh.  

Kondisi tersebut di atas secara tidak langsung membicarakan tentang metode pembelajaran. Bagaimana penyampaian materi pada siswa di masa pandemi? Bagaimana teknis penyampaian materi dan metode apakah yang tepat dilakukan oleh seorang guru untuk menyampaikan  materi dan mencapai target tujuan pembelajaran?

Pengertian Metode

Merujuk dari kamus bahasa Indonesia bahwa metode mempunyai 3 (tiga) pengertian “1. Metode berarti cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai  maksud; 2. Metode juga berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan; 3. Prinsip-prinsip dan praktek-praktek pengajaran misalnya metode langsung, metode gramatika dan sebagainya. Dari tiga pengertian metode di atas walaupun reaksinya sedikit berbeda, namun mempunyai maksud yang sama yaitu, metode merupakan cara yang baik, teratur agar tujuan suatu pekerjaan itu sendiri dapat dilakukan dengan mudah.

Berkaitan dengan metode pembelajaran, Abu Ahmadi (1997:52) menjelaskan tentang metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru mengajarkan atau mengujikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok/klasikal, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaakan oleh siswa dengan baik.

Senada dengan pendapat tersebut tentang metode, Eko Saputro (2010:1) menjelaskan bahwa metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian  tujuan, tanpa metode suatu materi pembelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan pendidikan.

Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu, “Meta” yang berarti “yang dilalui” dan “hodos” yang berati “jalan”, yaitu jalan yang  harus dilalui. Dalam bahasa Inggris disebut method yang mengandung makna metode dalam bahasa Indonesia. Sedangkan dalam bahasa arab, metode disebut dengan thariqah yang berarti jalan atau cara.

Dari penjelasan beberapa pengertian metode di atas dapat disimpulkan bahwa secara harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu agar tercapainya suatu tujuan, jika dimisalkan pasti ada dalam metode adalah melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab; aktivitas tersebut memiliki cara yang baik dan tujuan tertentu; tujuan harus dicapai secara efektif.

Pengertian Materi

Berdasarkan kamus bahasa Indonesia bahwa materi mempunyai 2 (dua) pengertian, yaitu: 1. Materi berarti benda atau bahan segala sesuatu yang tampak; 2. Materi juga diartikan dengan sesuatu yang menjadi bahan untuk diujikan, diipikirkan, dibicarakan atau dikarangkan.

Materi yang dimaksudkan sebagaimana pada point ke 2 dalam kamus bahasa Indonesia adalah bahan pembelajaran atau materi pembelajaran yang akan disampaikan pada siswa. Korelasi materi pada pembelajaran, identik dengan kurikulum sekolah. Menurut Oemar Hamalik (2002:27) ada 2 dua pengertian kurikulum, yaitu “1. Kurikulum dalam arti sempit ialah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk memperoleh ijazah; 2.  Kurikulum dalam arti luas ialah semua pengalaman yang dengan sengaja disediakan oleh sekolah bagi para siswanya untuk mencapai tujuan pendidikan.

Adapun tujuan pendidikan nasional pendidikan nasional sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Korelasi dengan tujuan pendidikan nasional di atas, tujuan dari pendidikan agama Islam secara umum di sekolah adalah meningkatkan keimanan, penghayatan, dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Harapan dari tujuan tersebut membangun totalitas kemampuan manusia pada kehidupan yang bermartabat baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain konsep ini akan menghasilkan manusia yang sempurna (insan kamil), yakni terbina seluruh potensi yang dimiliki baik jasmani, intelektual, emosional, sosial, agama dan sebagainya.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut materi yang mencakup pada PAI adalah: 1. Aspek al-Qur’an dan Hadits, bertujuan agar siswa dapat membaca dan memahami al-Qur’an dan Hadits, serta prakteknya dari bentuk ajaran yang terkandung dalam kehidupan sehari-hari. Adapun ayat-ayat al-Qur’an serta hadits tertentu yang di masukkan dalam materi PAI di sesuaikan dengan tingkat pendidikannya; 2. Aspek aqidah atau keimanan yang memberikan pengajaran keimanan yang berarti proses belajar mengajar tentang aspek kepercayaan, tentunya kepercayaan yang di maksudkan menurut ajaran Islam. Inti dari materi pembelajaran ini adalah rukun Islam dan rukun iman; 3. Aspek akhlak yang berarti materi pembelajaran yang mengarah pada pembentukan jiwa, cara bersikap individu pada kehidupannya. Tujuan Pengajaran akhlak adalah agar siswa memiliki pengetahuan dan sikap akhlakul karimah; 4. Aspek fiqih adalah pengajaran yang isinya menyampaikan materi tentang segala bentuk-bentuk hukum Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits serta dalil-dalil syar’i lainnya. Tujuan pembelajaran ini agar siswa mengetahui dan memahami tentang hukum-hukum Islam dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari; 5. Aspek tarikh dan kebudayaan Islam, pembelajarannya bertujuan agar siswa mengetahui tentang materi pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dari zaman nabi dan Rasul hingga zaman sekarang. Sehingga siswa dapat mengenal dan mencintai agama Islam.

Macam-macam Metode Pengajaran

Macam-mcam metode pengajaran berbeda menurut para ahli pendidikan Islam Abdurrahman An Nahlawi dalam buku Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, berpendapat ada 7 metode pendidikan Islam. Sedangkan menurut Fadli Ilahi dalam buku Bersama Rasulallah Mendidik Generasi Idaman berpendapat ada 45 metode atau pola pengajaran Rasul Allah Muhammad SAW. Namun dalam tulisan ini hanya akan membahas metode pendidikan yang dikemukakan oleh Abdullah Ad-Duweisy dalam buku Menjadi Guru yang Sukses.

Muhammad Abdullah Ad-Duweisy menjeaskan tentang macam-macam metode yang diterapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam mendidik para sahabat adalah sebagai berikut:

  1. Nabi mendidik mereka dengan metode membiasakan mereka untuk mengetahui alasan dan titik pijakan hukum. Misalnya ketika Nabi melarang menjual buah-buahan sebelum terlihat tanda masaknya.
  2. Nabi mendidik mereka dengan metode mengajar kepada mereka retorika tanya jawab. Metode tersebut adalah metode dialog atau tanya jawab, merupakan sarana yang baik untuk memberikan pemahaman apalagi orang yang diajak tersebut menggunakan kemampuan intelektualnya secara maksimal. Di dalam proses belajar mengajar, mustahil seorang pelajar bertanya dan tidak membutuhkan jawaban.
  3. Nabi mendidik mereka dengan metode memberi jawaban tidak terbatas pada pertanyaan, melainkan menjawab dengan kaidah umum. Pada suatu waktu, Rasulullah SAW ditanya: “Kami di tengah laut hanya membawa air sedikit. Jika kami gunakan untuk berwudhu, maka kami pasti haus. Apakah kami berwudhu dengan air laut?” Nabi SAW tidak membatasi jawabannya dengan ‘ya’. Karena jawaban seperti ini hanya terbatas pada hukum yang ditanyakan. Tetapi Nabi memberikan jawaban yang lebih luas dari itu. Sabda Nabi: “Laut itu suci airnya, halal bangkainya”. Ini berarti air laut mempunyai hukum yang sama dengan air suci lainnya dan dalam keadaan bagaimanapun, bahkan menghalalkan bangkainya.
  4. Nabi mendidik sahabat tentang metode talaqqi. Dalam hadis ini, Nabi menjelaskan Firqah najiyah atau golongan yang selamat, “mereka adalah orang-orang yang berjalan di atas jalanku pada hari ini dan para sahabatku”. Di sinilah nabi memberikan kejelasan, dan ketika ia melihat ada penyimpangan pada manhaj ini, maka beliau langsung meluruskan perilakunya. Maka seorang guru yang baik adalah guru yang memberikan muridnya sarana agar mampu mencapai hasil dengan sendirinya bukan guru yang membiarkan muridnya untuk didikte sikap tertentu dalam setiap permasalahan.
  5. Nabi mendidik sahabat dengan metode bersikap kepada dalil. Maksudnya adalah seseorang diajarkan oleh Nabi bahwa tidak sekadar bisa mengemukakan suatu pendapat menurut logika atau argumentasi rasional, tapi bagaimana seseorang juga bisa mengemukakan opininya berdasarkan dalil-dalilnya. Dalam suatu riwayat, Rasulullah bertemu menemui para sahabat, sementara mereka sedang berbicara tentang takdir: seolah-olah wajah dilempar biji delima karena marah, beliau bersabda “mengapa kalian membenturkan kitabullah sebagian dengan sebagian yang lain? Dengan inilah orang-orang sebelum kalian binasa”.
  6. Nabi mendidik sahabat dengan metode membiasakan ber-istimbath. Suatu hari nabi bertanya, “Ada sebuah pohon yang daunnya tidak gugur, ia ibarat seorang muslim. Katakanlah kepadaku, apakah pohon itu?” lalu orang-orang membayangkan pohon-pohon itu ada di pedalaman, Abdullah Ibnu Umar berkata, “Menurutku pohon itu adalah pohon kurma, akan tetapi aku malu mengatakannya. Mereka berkata, “Kami menyerah. Katakan kepada kami pohon apa itu?” Nabi menjawab, “pohon kurma”. Dalam fase ini pendidikan membutuhkan metode ilmiah (ber-istimbath) dan tidak hanya menghapal masalah-masalah saja atau hanya terpaku pada materi pembelajaran, resume atau catatan kaki.
  7. Nabi mendidik mereka dengan metode membiasakan berdialog dan muraja’ah (evalusi). Ummul Mukminin Aisyah Radiyallahu’anha, dia tidak mendengarkan sesuatu yang belum dipahaminya, kecuali ia pasti mengkajinya sehingga ia memahaminya, dan ketika Nabi berkata, “Siapa yang dihisab, maka dia diadzab,” Aisyah berkata, “Bukankah Allah berfirman, ‘Maka dia dihisab dengan hisab yang mudah?” Nabi menjawab, “Itu adalah penyodoran amal. Akan tetapi siapa yang dipersulit hisabnya, maka dia binasa”. Apa yang dilakukan oleh Aisyah dalam hadis ini bukanlah inisiatif Aisyah sendiri, melainkan itu adalah bagian daripada metode Rasulullah dalam mendidiknya agar ia dapat melakukan muraja’ah, tidak sekedar mendengar apa saja yang dikatakan oleh Nabi.

Bertolak dari beberapa metode pengajaran yang disampikan di atas,  dengan memasuki pendidikan industri 4.0 dan adanya pandemi Covid-19 terjadi maka metode pengajaran menyesuaikan kondisi era industri 4.0 dan percepatan upaya proses pembelajaran bisa berjalan dengan baik di tengah-tengah pandemi yang terjadi. Guru dapat memilih beberapa alternatif menggunakan aplikasi sebagai metode pembelajaran secara daring, misalnya dengan pemanfaatan aplikasi Google Classroom, Zoom, Google Meet, Google Form, Google Drive, dan Whatshapp (WA) bahkan tidak jarang ada guru yang menggunakan telepon. Dalam penggunaan aplikasi tersebut dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi saat pembelajaran dilakukan.

Metode pembelajaran dan materi pengajaran, manakah yang lebih penting?

Keberhasilan menanamkan nilai-nilai rohaniah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dalam diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, yaitu metode pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiyah. Sebab dengan metode yang tepat, materi pembelajaran akan mudah dikuasai peserta didik.

Dalam pendidikan Islam, perlu digunakan metode pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriah dan bathiniah) walaupun tidak ada satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua keadaan.

Namun sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi, secara lengkap atau tidak. Bahkan sering disebutkan  cara atau metode kadang lebih penting daripada materi itu sendiri (Atthoriqatu ahammu minal maddah). Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan serta mencapai tujuan secara sistematis dan tepat.

Dilihat dari tujuan yang akan dicapai dalam pendidikan bahwa metode pengajaran lebih diutamakan daripada materi pendidikan. Hal ini dikarenakan dalam pencapaian materi pembelajaran diperlukan metode yang tepat dalam mengajarkan materi yang ada.

Metode merupakan aspek penting untuk mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada peserta didik. Sehingga terjadi proses internalisasi dan pemilihan oleh siswa. Dalam pendidikan Islam, metode mendapat perhatian yang sangat besar. Al Qur’an dan al- Sunnah sebagai sumber ajaran Islam berisi petunjuk dan prinsip-prinsip yang dapat diinterprestasikan menjadi konsep tentang metode ini. Pentingnya metode dalam proses pendidikan dan pengajaran Allah SWT berfirman QS.An-Nahl 16: 125, terjemahan ayat tersebut “Seruhlah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik, sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yag lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.

Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam mengajak manusia ke jalan Tuhan harus dengan cara atau metode yang baik (hikmah), begitu pula dengan melakukan pendidikan pada proses pembelajaran. Karena hal itu merupakan bagian  dari mengajak peserta didik kepada jalan Allah SWT. Merujuk ayat Allah SWT dalam al-Qur’an surat An-Nahl 16: 125 tersebut bahwa metode yang lebih diutamakan baru pada materinya.

Ada lagi ungkapan dari Ali Bin Abi Thalib ra. yang artinya “Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir”. Dalam ungkapan Ali Bin Abi Thalib ini, bisa berarti terorganisir adalah  terencana, tersusun rapi, strategi atau cara/metode. Mengajak orang kepada jalan kebaikan/kebenaran akan berhasil bila mengunakan metode yang baik, atas dasar inilah bahwa metode itu sangat penting dalam pendidikan pada proses pembelajaran.[]

 

 

 

 

 

Kemas Akhiriyan adalah guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA Negeri 1 Manggar, Kabupaten Belitung Timur. Emailnya: kemasakhiriyan@gmail.com

 

Kami menerima kiriman tulisan berupa opini, resensi buku, cerpen dan puisi dengan tema pendidikan, ke-Islaman, dan ke-Indonesiaan. Tulisan yang dimuat, sebisa mungkin, kami sediakan apresiasi terbaik. Tulisan dikirim ke email: papkiskemenagbel@gmail.com.

Komentar

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments